tentang ide

Dan aku tidak akan lagi percaya pada ide dari cerita-cerita lainnya

Senin, 25 Maret 2013

Tahun ini





          Ada hal yang mungkin cukup menarik buat tahun ini.
         Sudah sejak lama aku damba pada tumpukan kertas yang dibendel jadi satu. Di sana barangkali bisa dituang bebas segala peluh dari pena-penaku. Aku bermimpi mewariskan suatu yang bakal orang tak pahami sekarang dan mungkin bakal dipahami ratusan tahun kemudian. Ini adalah cita-cita kebudayaan dari sebuah pemikiran kemanusiaan yang tinggi--menurutku. Mungkin Soe pernah bilang: kita tak pernah menanamkan apa-apa, jadi kita takkan pernah kehilangan apa-apa. Tapi bagiku, menanam adalah suatu hal yang penting (bukan berarti aku tak sependapat dengan Soe, cuma aku lebih kaya dalam sudut pandang).
         Desakan hasrat kepada pena-lah yang nantinya benar-benar bakal jadi suatu peninggalan yang artistik. Peninggalan sesosok kemanusiaan. Entah mengapa cita-citaku sering setinggi langit. Namun bukan cita-cita atas suatu bentuk konkret yang mungkin bakal kureguk sendiri. Aku berharap pada suatu yang lebih besar. Sumbangsih rasa kemanusiaan yang terwujud menjadi pemahaman kebudayaan lewat kemanusiaan itu sendiri. Mungkin dalam beberapa kasus aku tak terlihat sebagai orang yang berjiwa humanis. Cuma agaknya aku masih ragu, manakah dalam suatu kasus kita berdiri jika bukan pada posisi kita masing-masing. Selanjutnya bolehlah berdiri pada pijakan kemanusiaan ketika lepas kewajiban-kewajiban pokok.
          Tapi lagi-lagi juga aku punya seribu macam sudut pandang yang mungkin bisa aku pegang sebagai tuntunan. Barangkali rasa kemanusiaan dan menjadi manusialah yang tugas pokok. Sebagaimana aku pernah merasa kewajiban akan Sang Khalik adalah mutlak. Peduli setan dengan pekerjaan-pekerjaan duniawi. Namun toh tak selamanya begitu. Keseimbangan menjadi kunci yang terpenting.
          Ada kalanya bukan kita yang harus berseru-seru membenahi hak kemanusiaan itu. Bolehlah ketika dalam hal yang sepele tiba giliranku yang menjadi pembela kemanusiaan itu. Bahkan orang lain pun bisa melakukan hal yang sama. Sejauh mana orang itu punya cara pandang kurasa setiap detik ada saja hal yang sangkut paut dengan rasa kemanusiaan itu. Percayalah.
         Dan aku bukan orang yang sendirian dalam mempercayai ini. Aku paham di luar sana ada yang bersependapat denganku. Cuma mungkin mereka merasa cukup melihat aku yang mewakilinya. Mereka akan mewakiliku dalam cara mereka sendiri. Aku percaya kalian semua, para pemegang panji-panji kemanusiaan.
        Terlepas dari itu semua, aku dibantu oleh kawan baru untuk mewujudkan cita-cita besarku. Ia diperkenalkan oleh seorang sahabat, Pram namanya. Dan kawan baru itu dikenalkan padaku dengan sebutan "Minke". "Tuan Muda Minke". "Sinyo Minke".

                                                                                                             Salam Tahun Ini,
                                                                                                        dari Yang Bercita-cita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila malam belum habis

"aku akan terus menulis
bukan karena semata-mata
keinginanku sendiri
melainkan karena tuntutan
jiwaku untuk terus dan tetap
mewarnai setiap jengkal
dunia sastra

:aku berpijak di sana"