SEDIKIT
MENGENAI STUDI FILOLOGI[1]
Abimanyu Isranto[2]
Pengantar
Indonesia sebagai sebuah bangsa memiliki perjalanan
panjang dari berbagai aspek kehidupan termasuk aspek budaya. Budaya yang
berkembang di wilayah-wilayah yang sekarang disebut Indonesia tercipta melalui
persentuhan dengan kebudayaan lain. Ada banyak faktor persentuhan yang
menciptakan kebudayaan Indonesia hingga seperti sekarang, di antaranya
melalui kedatangan bangsa lain dan
proses penyebaran agama. Tidak dapat dimungkiri bahwa kedatangan bangsa-bangsa
lain seperti India, Parsi dan Arab pada masa lampau telah banyak mempengaruhi
bentuk kebudayaan Indonesia dari berbagai sisi. Satu dari kebudayaan yang
mendapat pengaruh tersebut ialah kebudayaan tulis.
Perlu
diketahui bahwa ketika kertas masuk di wilayah Nusantara, maka berakhirlah
penggunaan batu (prasasti) sebagai media penulisan di wilayah Nusantara. Media
kertas dipilih sebagai pengganti prasasti untuk mendokumentasikan hal-hal yang
ingin diwariskan pada generasi selanjutnya seperti silsilah kerajaan, hukum
adat-istiadat, hukum dagang, karya sastra (syair dan hikayat), dan surat-surat.
Tradisi tulis tersebut mulanya hanya diperkenankan bagi kalangan-kalangan
tertentu seperti kalangan istana dan kalangan cendikiawan. Akan tetapi, dalam
perkembangannya ada pula penulis yang bukan berasal dari kalangan istana dan
menulis untuk mendapatkan penghasilan.
Kehadiran
mesin cetak menjadi penanda berakhirnya tradisi tulis di wilayah Nusantara,
yakni pada kisaran abad ke-19 dan ketika dipergunakannya tulisan latin yang
dibawa oleh orang-orang Eropa sejak zaman kedatangan mereka untuk berdagang di
wilayah Indonesia. Tulisan-tulisan yang dihasilkan melalui tradisi tulis klasik
tersebut dipelajari dan dikaji oleh orang-orang Eropa karena dirasa tulisan-tulisan
tersebut bermanfaat agar mengetahui kerohanian suatu bangsa.
Filologi Sebagai
Sebuah Studi
Pada
bagian pengantar buku Filologi Melayu,
Sudjiman (1995: 9) pertama-tama memberikan pemahaman mengenai istilah filologi. Pada mulanya filologi merupakan bidang yang mengkaji
teks-teks lama yang sampai pada pembaca/peneliti di dalam bentuk
salinan-salinannya, dengan tujuan menemukan bentuk teks yang asli (mendekati
asli) dan untuk mengetahui maksud penyusunan teks itu. Secara ringkas, Robson
(1994: 12) menyederhanakan tugas seorang filolog[3],
yakni menyajikan dan menafsirkan naskah klasik kepada khalayak umum. Cara yang
dilakukan ialah dengan memperhatikan kesalahan-kesalahan penulisan yang
dibandingkan antara salinan teks satu dengan yang lain. Dengan cara itu
dimungkinkan dapat mengetahui silsilah teks naskah sampai pada naskah yang
dipandang asli. Mengingat proses penyalinan yang tidak hanya terjadi secara
vertikal, tetapi juga secara horisontal maka ada di antara perbedaan-perbedaan
dalam salinan merupakan sebuah kesengajaan sebagai bentuk kreativitas penyalin
sesuai dengan zaman pembuatannya.
Sebagai
sebuah bidang ilmu, filologi[4]
memiliki batasan kajian. Batasan kajian itu ialah bahwa filologi merupakan
bidang kajian yang mengkaji teks di dalam sebuah naskah. Dengan demikian, objek
kajiannya adalah berupa benda konkret yakni naskah atau teks-teks yang mungkin
dulunya dilisankan, tetapi telah ada bentuk tulisnya. Perlu diketahui perbedaan
pemaksudan antara teks dan naskah. Teks mengacu ke kandungan naskah yang
bersifat abstrak, sedangkan naskah merupakan material konkret yang dapat
dijamah (berupa media penulisan seperti kertas) (Sudjiman: 1984: 11). Berkaitan
dengan dua pemaksudan tersebut, di dalam filologi ada pula percabangan kajian,
yakni tekstologi dan kodikologi. Tekstologi menitikberatkan kajian pada teks
atau kandungan isi naskah, sementara kodikologi (berasal dari istilah codex ‘naskah’) mempelajari segala
sesuatu yang berkaitan dengan naskah, seperti bahan media tulis, tinta, umur
naskah, penyusun atau penyalin, serta tempat penulisan/penyalinan.
Di
dalam usahanya mengkaji sebuah naskah, seorang filolog haruslah mengikuti
langkah kerja berupa metode penelitian teks. Langkah-langkah kerja yang harus
dilakukan secara berurutan oleh seorang filolog yaitu: (1) inventarisasi
naskah, (2) deskripsi naskah, (3) pengelompokan dan perbandingan teks, (4)
transliterasi dan suntingan teks, dan (5) terjemahan (Lubis, 1996: 64). Pada
umumnya dalam studi filologi Melayu, langkah kerja yang dipakai hanya sampai
transliterasi dan suntingan teks. Langkah kerja berupa terjemahan hanya
dilakukan bila bahasa yang digunakan dalam teks tidak dipahami oleh khalayak
pembaca.
Daftar Pustaka
Lubis,
Nabilah. 1996. Naskah, Teks dan Metode
Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa
dan Sastra Arab
Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah.
Robson,
S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi
Indonesia. Jakarta: RUL.
Sudjiman,
Panuti. 1995. Filologi Melayu. Cet.
I. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
[1]
judul tulisan sebagai pengantar diskusi dalam Anggoroan Markas Sastra pada
Kamis, 11 Oktober 2012.
[2]
mahasiswa program studi Indonesia angkatan 2010. Menjadi koordinator Markas
Sastra mulai tahun 2011 hingga akhir 2012.
[4]
batasan lain yang berlaku dalam filologi di Indonesia/Nusantara ialah mengenai
rentang waktu karya yang dapat dijadikan kajian filologi yaitu pada rentang
mulai masuknya budaya tulis hingga budaya cetak yang menggunakan cap pada
kisaran akhir abad ke-19 Masehi.