tentang ide

Dan aku tidak akan lagi percaya pada ide dari cerita-cerita lainnya

Senin, 02 April 2012

KREDO PROSA

untuk orang-orang yang meminta

    Mungkin para pembaca tulisan ini akan bingung sejenak karena judul yang terbaca: "Kredo Prosa". Kenapa bukan kredo puisi? Bukankah prosa itu sudah sangat bebas untuk dibuat tanpa perlu "pembelaan"--mungkin pembelaan atas harmonisasi alur masih dianggap perlu. Namun kredo terhadap pemakaian nama tokoh, inspirasi cerita itu dalam pikiran penulis adalah hal yang sangat kurang perlu. Untuk apa lagi menanyakan kebenaran dari cerita fiksi?

    Di dalam prosa--dalam hal ini cerita pendek, unsur yang dikedepakan ialah fiksi. Adapun penggunaan fakta berupa latar, kesamaan tokoh dan kesamaan cerita dengan kehidupan nyata tidak perlu digugat. Sebab akan sia-sia menggugat sesuatu yang sudah tergolong ke dalam fiksi. Lain soal bila yang dihadapi ialah teks berita. Yang disajikan dalam berita itu sudah seharusnya memberikan informasi kepada pembaca yang bernialai kebenaran seutuhnya tanpa boleh dicampuri lagi imajinasi si pembuat. Maka dalam tataran berita, pembenaran atau ralat terhadap sesuatu yang salah merupakan hal yang penting.
    Sudah seharusnya kita ketahui bahwa yang dinamakan sebagai "fakta" haruslah dapat dibuktikan dengan pancaindera. Sementara bila berbicara tentang fiksi, unsur-unsur yang ada di dalamnya sanagat mungkin dari sesuatu yang fakta, namun olahan berupa kreativitas dan imajinasi penulis yang dicampur-baurkan ke dalam fakta tidak bisa lagi dikatakan sebagai fakta. Ia fiksi, dan hanya akan fiksi meskipun berawal dari fakta.
    Jangan pula kita lupa bahwa karya sastra dapat dikatakan sebagai bentuk refleksi atas kehidupan yang terjadi di sekeliling penulis atau pengarang. Akan tetapi, lagi-lagi refleksi itu sudah "dicemari" campuran-campuran lain--yakni kreativitas dan imajinasi. Sehingga ketika kita bertindak sebagai pembaca yang baik, pikiran bahwa tokoh dalam cerita yang disajikan adalah murni pengarang itu sendiri patutlah dibuang jauh-jauh. Ada baiknya cerita itu dipandang dari segala kemungkinanan yang positif, seperti melihat tema, dan pesan-pesan tersembunyi di dalamnya, sehingga meminimalkan label negatif yang tidak perlu dalam hasil karya.
   Sebagai contoh, bahwa awal tahun 2012 kita dihebohkan oleh kasus penabrakan yang dilakukan oleh tersangka Afriyani. Hal itu merupakan fakta, yang terdapat rekam jejaknya, ada saksi dan jelas ada koban penabrakannya. Lalu misalkan penulis membuat cerpen berjudul "Wanita yang Dipersalahkan" dengan ciri-ciri dan kejadian yang hampir sama dengan kasus penabrakan tersebut, sangat mungkin pembaca berasosiasi pada kasus itu. Namun, cerita yang diciptakan itu ialah hasil dari proses kreatif dan imajinasi pembuatnya, dan pada akhirnya sah-sah saja mengambil fakta sebagai bahan untuk dikonversi menjadi fiksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila malam belum habis

"aku akan terus menulis
bukan karena semata-mata
keinginanku sendiri
melainkan karena tuntutan
jiwaku untuk terus dan tetap
mewarnai setiap jengkal
dunia sastra

:aku berpijak di sana"