tentang ide

Dan aku tidak akan lagi percaya pada ide dari cerita-cerita lainnya

Selasa, 07 Desember 2010

Aku dan Beliau: Bagian II

Ternyata anak perempuan Kakek yang barusan menelepon ke rumah belum bisa datang sebab harus menunggu suaminya yang sedang bepergian untuk mengantarkannya. Namun Ia berjanji untuk menuju rumahsakit segera setelah suaminya bisa mengantarkannya. Menyikapi hal tersebut, tiga orang anak Kakek yang sudah berkumpul berinisiatif membujuk Kakek agar mau dibawa ke rumahsakit. Segala upaya lewat ucapan manis dilontarkan sehingga berbuah manis pula pada anggukan Kakek, pertanda Ia mau dibawa dan melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya di rumahsakit. Tanpa mengulur waktu yang ada, Kakek dibopong agar bisa duduk di kursi roda yang telah kupinjam. Lalu nenek, pakde, om dan bapakku mendampingi Kakek menuju rumahsakit menumpangi taksi yang telah dipersiapkan sebelumnya di ujung gang. Di rumah hanya tersisa aku, ibu, bude dan beberapa adik serta sepupuku.
"Bi, kamu nyusul ke rumahsakit aja naik motor sendiri. Si Ilham biar standby di sini kalo ada apa-apa", Bude berkata padaku memecah heningnya suasana, mengisyaratkan agar aku pergi ke rumahsakit menyusul rombongan yang telah berangkat tadi.
"Yaudah, saya berangkat dulu ya. Assalamualaikum", jawabku berpamitan setelah mempersiapkan diri.
Motor matic yang biasa kupakai telah kutunggangi. Aku hanya membawa tas rajutan jaring berisi sebuah buku kumpulan cerpen "Tembang Bukit Kapur" yang kuharapkan nanti dapat membantuku membunuh kebosanan saat berada di rumahsakit. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa menerka, meraba dan berasumsi tentang penyakit yang menghinggapi tubuh Kakekku sekarang. Antara rumahku dan rumahsakit cukup ditempuh dalam waktu 10 sampai 15 menit menggunakan sepeda motor. Bisa dibayangkan betapa dekat jaraknya. 
Setelah melalui jalan-jalan besar yang diiringi perumahan yang sepi lalu lalang kendaraan serta melewati bebrapa lampu lalu lintas, aku menggeser tombol lampu sein kearah kiri sebelum memasuki pintu parkir rumahsakit.
"Akhirnya sampai juga", bisikku dalam hati.
Setelah menerima kartu tanda parkir aku bergegas mencari tempat parkir untuk memarkirkan motorku. Tempat teduh di bawah pohon berpermadanikan aspal yang lembab kupilih untuk parkir di sana.

***********************************************************************************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila malam belum habis

"aku akan terus menulis
bukan karena semata-mata
keinginanku sendiri
melainkan karena tuntutan
jiwaku untuk terus dan tetap
mewarnai setiap jengkal
dunia sastra

:aku berpijak di sana"