tentang ide

Dan aku tidak akan lagi percaya pada ide dari cerita-cerita lainnya

Selasa, 13 Desember 2011

Prolog: “Menyusun” Montrase untuk Kehidupan



Manusia dan Dunia adalah dwi-tunggal yang saling membangun satu sama lain. Mereka diikat dengan kehidupan. Kehidupan yang berjalan, bergulir, serta berdinamika menjadikan manusia dewasa saat mengevaluasi dirinya. Manusia bisa menjadi subjek dan objek kehidupan. Terkadang manusia (sebagai subjek) bisa mengatur kehidupannya dengan sangat terencana, dan terkadang –karena keterbatasannya- manusia (sebagai objek) diatur oleh kehidupannya.
Perjalanan kehidupan manusia merupakan potongan mozaik atau bisa disebut sebagai montrase. Montrase dapat kita susun menjadi sesuatu yang indah tatkala kita mampu mengatur letaknya. Namun, montrase akan tetap jadi montrase andai saja manusia tak tahu apa yang mesti dilakukannya pada montrase itu.
Montrase tidak hanya berarti untuk sesuatu yang telah lampau. Bukan hanya masa lalu. Secara lebih luas, montrase kehidupan manusia juga meliputi proses terjadinya suatu peristiwa atau proses penciptaan suatu karya, serta masa depan dan harapan-harapan idealis manusia akan kehidupannya di masa yang akan datang.
Pada kehidupan masa lampau yang membentuk sebuah montrase, terkandung di dalamnya sebuah emosi dan perasaan yang melekat pada seorang manusia ketika melakukan kilas balik. Emosi dan perasaan yang dirasa berpusat pada hati, menjadikan montrase sebagai suatu hal yang berharga. Hingga pada akhirnya manusia mampu belajar merasakan dari pengalaman hidupnya, bukan untuk memikirkannya.
Terlepas dari kehidupan masa lampau, manusia yang menjalani kehidupannya semakin lama melewati fase yang lebih matang dari sebelumnya. Baik dalam berpikir, merasakan, maupun bertindak. Dalam usaha yang sedikit banyak dipengaruhi oleh trauma kesalahan masa lalu, terjadi pergolakan di dalamnya. Pada titik inilah montrase dibentuk berkat proses kehidupan manusia.
Saat menjalani suatu proses kehidupan, manusia berimajinasi akan sesuatu hal yang ingin ia raih di masa depan. Harapan akan suatu hal, entah harapan akan kehidupan materi ataupun harapan akan cinta-kasih-sayang yang ia dambakan selama ini. Harapan-harapan itu merupakan bagian dari proses dan lagi-lagi membentuk sebuah montrase. Akan tetapi dominasi emosi hati yang manusia berikan pada harapan-harapan itu ialah kesenangan. Tentunya sangat jarang sekali orang yang berharap akan kesialan dan kesusahan hidup di masa yang akan datang. 
Hati manusia memancarkan segala perasaan yang ada dalam dirinya, membalut kehidupan masa lampau, proses dan harapan, serta mengaktualisasikannya menjadi montrase yang kompleks dan berpengaruh besar bagi peradaban manusia selama ini.
Montrase Hati dipilih sebagai judul antologi puisi pertama saya, saya rasa sangat mewakili perasaan dan gairah saya dalam melewati kehidupan. Perasaan dan gairah dalam melewati kehidupan itu yang akhirnya menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi. Puisi-puisi yang tersaji dalam Montrase Hati merupakan sketsa kecil dari penggambaran proses kehidupan yang telah saya alami.
Dengan membaca Montrase Hati para pembaca juga akan merasakan suatu proses yang terjadi pada perkembangan penulisan puisi yang saya lakukan. Semuanya terasa begitu alami melewati proses-proses yang membentuk berjuta-juta montrase dalam kehidupan saya.
Secara garis besar, puisi-puisi dalam Montrase Hati menggambarkan sudut pandang seorang laki-laki terhadap dunianya. Puisi-puisi tersebut menyentuh masalah sehari-hari sebagai proses yang membentuk karakter sesorang. Tak dapat dipungkiri, seorang laki-laki akan mendapatkan pengaruh yang besar dari wanita, harta dan tahta. Ketiga pengaruh itulah yang membuat dinamika pada diri seorang laki-laki. Bahkan terkadang seorang lelaki bertindak bukan atas dasar kemauannya sendiri, melainkan didasari oleh ketiga hal tersebut. Oleh karena itulah, antologi puisi ini ada, juga untuk para lelaki yang sering khilaf gerak-geriknya.
A. Isranto
Jakarta, April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila malam belum habis

"aku akan terus menulis
bukan karena semata-mata
keinginanku sendiri
melainkan karena tuntutan
jiwaku untuk terus dan tetap
mewarnai setiap jengkal
dunia sastra

:aku berpijak di sana"